PENDAHULUAN.
Sudah sejak
lama As Sunnah dirongrong dan diserang oleh orang-orang yang berpenyakit
hati baik dari kalangan ahlil bidah atau orang kafir dengan cara-cara
yang sangat beraneka ragam bentuknya dari yang halus sampai yang paling
kasar, dari kekerasan senjata dan perang sampai perusakan aqidah dan
konsep pemikiran yang dilakukan mereka dalam rangka memadamkan cahaya
Allah dan Allah senantiasa menggagalkan makar dan tipu daya mereka
bahkan sebaliknya semakin menyempurnakan cahaya tersebut sehingga
membuat mereka mati dalam kedongkolan dan kemarahannya.
Diantara
cara mereka merusak Islam adalah dengan menyuntikkan konsep pemikiran
yang berisi racun-racun yang dapat membius dan memabukkan kaum muslimin
sehingga mereka tidak dapat melihat dan memandang agamanya secara benar
dan tepat dan itu telah berhasil di suntikkan oleh musuh-musuh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dari kalangan para orientalis salibis yang
memanfaatkan hasil rangkaian pemikiran ahlil bidah yang muncul didalam
islam dan membesar-besarkannya serta menghembuskannya dengan propaganda
dan profokasi yang beraneka ragam namanya seperti sekulerisme,
pluralisme, kebebasan berfikir, berfikir moderat dan reformis dan
lain-lainnya dari propaganda musuh-musuh islam yang hakikatnya hanya
satu yaitu menghancurkan dan melemahkan serta memberikan keraguan
terhadap aqidah yang benar yang telah dimiliki oleh kaum muslimin.
Salah satu usaha mereka ini adalah menyebarkan pemahaman ingkarus
sunnah, satu gerakan dan konsep pemikiran yang berbahaya yang mengajak
kaum muslimin meninggalkan sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam memahami dan mengamalkan agama islam dengan menamakan
diri mereka Al Quraniyun (golongan Alquran/ ahlil quran) –mereka sendiri
sebenarnya adalah perusak Al Quran- atau ingkarus sunnah.
Oleh
karena itu berhati-hatilah wahai kaum muslimin dari mereka ini karena
mereka sebenarnya hanya ingin merusak pemikiran kaum muslimin atau ingin
merusak Islam atau mereka ini sebagaimana tampak lahiriyahnya merupakan
antek-antek musuh Islam yang masuk atau dimasukkan kedalam Islam dalam
rangka merusak dan menghancurkan agama yang suci ini. Dengan demikian
marilah kita membuka mata kita , selalu waspada dan membantah mereka
serta memperingatkan kaum muslimin dari pemikiran dan syubhat-syubhat
mereka agar kaum muslimin tidak masuk dalam perangkap dan jebakan
mereka.
Pertanyaan yang menggelitik hati kita, bagaimana mereka bisa mengingkari As Sunnah dan mengaku sebagai golongan Al Quran (Al Quraniyun) sedangkan Al Quran sendiri mengatakan :
وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. [Al-Hasyr/59:7) dan
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka
memikirkan. [An-Nahl/16:44]
Kalau begitu orang yang mengingkari
As Sunnah berarti mengingkari apa yang disampaikan Allah dalam Al Quran.
Hal ini sebenarnya telah dijelaskan sejak dahulu kala sejak zaman Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau bersabda: "Ketahuilah
sesungguhnya diturunkan kepada ku Al Quran dan yang semisalnya
bersamanya, ketahuilah akan datang seseorang yang kenyang duduk diatas
pembaringannya berkata: berpegang teguhlah kepada Al Quran ini saja,
semua yang kalian dapati padanya kehalalan maka halalkan dan yang kalian
dapati padanya satu keharoman maka haramkanlah". [HR Ahmad 4/131 dan Abu
Daud 5/11]
Jadi jelaslah mereka ini sebenarnya hanyalah
meneriakkan teriakan-teriakan yang telah ada sejak dahulu kala dalam
rangka untuk memasukkan keragu-raguan kepada kaum muslimin terhadap
aqidah, ibadah dan akhlak mereka.
Golongan Al Quran atau dikenal di indonesia dengan kelompok ingkarus
sunnah meneriakkan syubhat-syubhat yang dapat di ringkas menjadi
beberapa bagian:
Syubhat Pertama:
Cukup bagi kita Kitabullah
saja karena dia telah menjelaskan kepada kita semua urusan agama dengan
segala perinciannya sehingga kaum muslimin tidak membutuhkan As Sunnah
sebagai sumber pensyariatan dan pengambilan hukum sebagaimana
disampaikan oleh tokoh mereka Abdullah Chakraawaali dalam majalah
Isyaatul Quran hal. 49 edisi ketiga tahun 1902 M : “Sesungguhnya Alkitab
Almajid (Al Quran) telah menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan
dalam agama ini dengan terperinci dan terjelaskan dari semua aspeknya.
Maka apa butuhnya kita terhadap wahyu yang khofi (tidak tertulis) dan
kepada As Sunnah? hal ini ditegaskan lagi olehnya dalam buku Tarku
Iftra’ Taamul hal 10 dengan pernyataannya: kitabullah telah sempurna dan
terperinci tidak membutuhkan penjelasan dan tidak butuh tafsirnya
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan penjelasan beliau atau
pelajaran amaliyah darinya. [1]
Bantahan:
Benar, telah
disepakati bersama bahwa Al Quran telah menjelaskan pokok-pokok syariat
dan sebagian dari perincian juziyahnya, akan tetapi apa yang didakwakan
mereka bahwa Al Quran telah menjelaskan segala sesuatu yang ada dalam
syariat islam ini baik pokok-pokok atau perincian juziyahnya yang
dibutuhkan dalam agama merupakan kedustaan karena bagaimana mereka
mengetahui kalau shalat itu lima waktu dengan perincian jumlah rakaat
dan bacaan dalam setiap gerakan shalat dan berapa ukuran nishab dan
zakat yang diambil dan lain-lainnya, bukankah hal itu diketahui dari
Rasulullah. Jika Al Quran telah menjelaskan seluruh agama sehingga tidak
membutuhkan penjelasan dan tafsir Rasulullah sebagaimana diyakini oleh
mereka maka apa faedahnya Allah memerintahkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk menjelaskannya kepada manusia dan mengapa kita
diperintahkan untuk taat dan melaksanakan seluruh apa yang diprintahkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi yang dilarangnya?.
Dr Musthafa Assibaa’i memberikan pernyataan yang benar dalam
permasalahan ini dalam kitab Difaa’ Anil Hadits Nabawiy hal 102, dia
berkata: sesungguhnya Allah tidak menetapkan (menashkan) dalam kitabNya
semua perincian juziyah dari juziyat syariat akan tetapi menjelaskan
pokok-pokok, kaidah-kaidah dan dasar-dasar umum syariat, dan diantara
pokok-pokok yang dijelaskan Al Quran adalah beramal dengan sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam firmanNya.
وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
Apa Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. [Al Hasyr :7] [2]Mungkin hal itu karena mereka salah dalam memahami firman Allah.
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأُوْلِي اْلأَلْبَابِ مَاكَانَ
حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفصِيلَ
كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
[Yusuf/12:111]
Yang mereka fahami kata (تَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْئٍ)
bermakna menjelaskan segala sesuatu secara terperinci juziyah syariat
ini, Padahal para ahli tafsir menjelaskan bahwa maksudnya adalah
menjelaskan dan menyebutkan pokok-pokok syariat, seperti apa yang
dinyatakan Imam Ath Thobariy dalam Tafsir Thobariy 13/91: dan Al Quran
adalah penjelas segala apa yang dibutuhkan para hamba dari penjelasan
perintah, larangan, penghalalan, pengharoman, ketaatan dan kemaksiatan
terhadap Allah. [3]
Dan Asy Syaukani berkata dalam Fathul Qadir
3/61 : Dan bukanlah yang dimaksud disini apa yang ditunjukkannya dari
keumuman akan tetapi yang dimaksud adalah penjelasan pokok-pokok dan
dustur (syariat) [4].
Kemudian dari kesalahan ini mereka
membangun pemikiran meninggalkan dan mengingkari selain Al Quran sebagai
sumber pengambilan hukum dalam Islam.
Syubhat Kedua:
As
Sunnah bukan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tetapi ia adalah
ucapan-ucapan yang dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam secara dusta tanpa ada hubungan dalam keluarnya Sunnah tersebut
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan wahyu bahkan tidak turun
kepada beliau wahyu kecuali yang terkandung dalam Al Quran saja.
Berkata Abdullah : Sesungguhnya kami tidak diperintahkan kecuali hanya
mengikuti apa yang telah diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa
wahyu, dan seandainya kita benarkan adanya keabsahan sebagian hadits
dengan cara mutawatir kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan
tetapi walaupun demikian tidaklah menjadikan kita wajib mengikutinya
karena dia bukanlah wahyu yang turun dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. [5]
Bantahan:
Pendapat As Sunnah bukan wahyu dari Allah adalah salah apa lagi kalau
dikatakan itu hanyalah ucapan yang disandarkan kepada beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam secara dusta karena mereka sendiri mengakui adanya
hadits-hadits yang diriwayatkan secara mutawatir yang meniadakan
kemungkinan adanya kedustaan bahwa hadits tersebut berasal dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kalau demikian maka ada
disana hadits-hadits yang benar-benar bersumber dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun As Sunnah adalah
pasangannya Al Quran dan sama-sama wahyu yang diturunkan Allah kepada
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana firman Allah.
وَمَايَنطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّوَحْيٌ يُوحَى .عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),
yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. [An
Najm/53:3-5]
Berkata Alqurthubiy dalam tafsirnya :dalam ayat ini
ada penjelasan bahwa Assunnah adalah wahyu yang diturunkan dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala [6]. Apa lagi Allah mengancam RasulNya dengan
ancaman yang keras ketika menjelaskan hakikat kedudukan beliau dalam
penyampaian agama Islam dalam firmanNya.
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ اْلأَقَاوِيلِ لأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ . ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ
Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama)
Kami,Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya Kemudian
benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. [Al Haaqoh: 45-46]
Apakah mungkin setelah ancaman yang keras ini Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata dan berbuat dengan dasar hawa nafsu atau
keinginannya semata-mata? Padahal beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah seorang yang sangat jujur sekali, kalau begitu tidaklah mungkin
beliau berkata dan berbuat atau menyetujui sesuatu yang bersangkutan
dengan agama kecuali dari pemberitahuan dan izin dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan tidak ada jalan untuk mendapatkan hal itu dari seorang
makhluk kepada penciptanya kecuali dengan jalan wahyu yang tentunya
menurut definisi syar’i.
Dengan demikian jelaslah bahwa Assunnah
adalah wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga beliau bersabda:
"Ketahuilah sesungguhnya diturunkan kepada ku Al Quran dan yang
semisalnya bersamanya, ketahuilah akan datang seseorang yang kenyang
duduk diatas pembaringannya berkata: berpegang teguhlah kepada Al Quran
ini saja, semua yang kalian dapati padanya kehalalan maka halalkan dan
yang kalian dapati padanya satu keharoman maka haramkanlah." [7]
Kemudian jika melihat dan meninjau amalan para sahabat, didapatkan
mereka beramal dengan amalan-amalan yang diperintahkan Rasululloh kepada
mereka dan tidak ada nashnya dalam Al Quran sedangkan Allah tidak
menghukum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya
karena hal itu, hal ini menunjukkan sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak lepas dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
menjadi dalil yang tegas akan keabsahan amalan mereka dalam beragama
dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan
juga wahyu dari Allah.
Berkata Sayyid Rasyid Ridho dalam Tafsir
Al Manar 8/308 : Tidak diragukan lagi bahwa mengikuti Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits yang absah yang
menjelaskan perkara agama dari beliau termasuk dalam keumuman apa yang
diturunkan kepada kita, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
kita untuk mengikuti dan mentaatinya dan mengkhabarkan kita bahwa beliau
adalah utusan penyampai risalahNya sebagimana dalam firanNya:
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka
memikirkan. [An Nahl/16:44]
Dan mayoritas Ulama berpendapat bahwa
hukum-hukum syariat yang ada di dalam As Sunnah adalah wahyu dari Allah
dan wahyu tersebut tidak terbatas hanya pada Al Quran.[8]
Dengan
demikian As Sunnah adalah pendamping Al Quran dan dia adalah wahyu
seperti Al Quran hampir tidak dapat terpahami Al Quran sebagaimana yang
wajib dipahami darinya kecuali kembali melihat As Sunnah. [9].
Syubhat Ketiga:
Mengikuti As Sunnah berarti telah menyekutukan Allah dalam Hukum padahal Allah telah melarang hal itu dalam firmanNya:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. [Al An’am : 57]
Berkata Abdullah Cakrawaali dalam kitab Al Mubaahatsah hal 42 bahwa
hadits-hadits yang menganjurkan untuk mengikuti ucapan dan perbuatan
serta persetujuan para Rasul padahal ada kitabullah merupakan alas an
klasik yang kuno dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mensucikan para Rasul dan
NabiNya dari hadits-hadits ini bahkan menjadikan hadits-hadits ini
sebagai kekufuran dan kesyirikan terhadap Allah [10] kemudian pernyataan
ini ditafsirkan oleh Khojah Ahmaduddin dalam Tafsir Bayaan linas 2/395
dan 445 : Orang-orang telah memalsukan jalan-jalan periwayatan untuk
menghidupkan kesyirikan dan mereka mengatakan: kami beriman kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala sebagai satu-satunya zat yang dipatuhi akan tetapi
Allah memerintahkan kami untuk mengikuti RasulNya. Dan ini merupakan
satu tambahan atas asal ketaatan yang satu sehingga dengan dalih
tersebut mereka membenarkan seluruh kesyirikan ketahuilah bahwa Alah
tidak memerintahkan demikian. Allah berfirman.
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. [Al An’am : 57] [11]Bantahan:
Alangkah beraninya dia berkata demikian, apakah para Rasul diutus untuk
menghidupkan dan mengembangkan kesyirikan dan kekufuran? Bukankah
melaksanakan dan mengikuti Sunnah merupakan perwujudan dari penerapan
hokum-hukum Al Quran sebagimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ
بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya)
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya". [An Nisa/4:65]
Ini perintah berhukum dengan beliau
ketika hidup dan setelah meninggalnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam maka diperintahkan berhukum dengan hukum sunnahnya karena
berhukum dengan sunnahnya sama saja dengan berhukum kepada beliau. Hal
ini telah diulang-ulang oleh Allah dalam Al Quran diantaranya:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ
وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَّقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا
وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ . وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ
وَيَخْشَ اللهَ وَيَتَّقِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَآئِزُونَ
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada
Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili diantara mereka ialah ucapan
“Kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut
kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang
yang mendapat kemenangan". [An Nuur/24:51-52]
Kemudian Allah memperingatkan orang yang tidak mengikuti RasulNya dalam firmanNya.
وَيَقُولُونَ ءَامَنَّا بِاللهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ
يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِّنْهُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ وَمَآ أُوْلَئِكَ
بِالْمُؤْمِنِينَ
"Dan mereka berkata:”Kami telah beriman kepada
Allah dan Rasul, dan kamipun ta’at,” Kemudian sebagian dari mereka
berpaling sesudah itu.Mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman". [An
Nuur/24:47]Maka tidak ada cara utnuk mengetahui hukum dan keputusan beliau kecuali melalui sunnahnya.
Subhat ini sebenarnya terjadi akibat adanya syubhat yang sebelumnya yaitu yang kedua dan Alhamdulillah telah terbantah dan jelas kebatilannya.
Adapun menjadikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ
"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah". [Al An’am : 57]Sebagai hujjah untuk menolak As Sunnah sebagai hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala maka ini merupakan pendalilan yang salah karena lafadz firman Allah ini ada tiga kali disebutkan dalam Al Quran.
Pertama : Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
لْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّي وَكَذَّبْتُم بِهِ مَاعِندِي مَا
تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ
خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
"Katakanlah:”Sesungguhnya aku (berada) di atas
hujjah yang nyata (al-Qur’an) dari Rabbku sedang kamu mendustakannya.
Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk
disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia
menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik".
[Al An'aam/6:57]Dalam ayat ini ada bantahan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas kaum kafir yang menuntut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendatangkan mu’jizat dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan bahwa hal itu merupakan hak yang khusus bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak ada sekutu padanya.
Kedua : Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
مَاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِه إِلآ أَسْمَآءً سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّآأَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
"Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". [Yusuf/12:40]
Ayat ini mengisahkan ucapan dan nasehat Nabi Yusuf kepada kedua temannya di penjara yang berisi bahwa penyembahan berhala merupakan perbuatan yang tercela dan kedustaan atas Allah Subhanahu wa Ta’ala karena Allah lah yang esa dalam hukum dan ibadah.
Ketiga : Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَقَالَ يَابَنِيَّ لاَتَدْخُلُوا مِن بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ
أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ وَمَآأُغْنِي عَنكُم مِّنَ اللهِ مِن شَيْءٍ إِنِ
الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ
الْمُتَوَكِّلُونَ
"Dan Ya’qub berkata:”Hai anak-anakku janganlah
kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari
pintu-pintu gerbang yang berlain-lain;namun demikian aku tiada dapat
melepaskan kamu barang sedikitpun daripada (takdir) Allah. Keputusan
menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakal
dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah
diri”. [Yusuf/12:67]Ayat ini berisi ucapan Ya’qub dan nasehat beliau terhadap anak-anaknya bahwa apa yang mereka temukan dari kesulitan merupakan taqdir dan ketetapan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala serta mengajarkan mereka adab berjumpa dengan raja.
Ketiga ayat diatas tidak sama sekali mendukung dan tidak ada hubungannya dengan pendapat mereka dalam menolak As Sunnah sehingga sesungguhnya mengikuti sunnah Rasulullah bukanlah kesyirikan dan kekufuran akan tetapi ia adalah tauhid itu sendiri.
Syubhat Keempat:
As Sunnah bukanlah merupakan syariat menurut Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga terpahami demikian oleh para sahabat oleh karena itu mereka dilarang untuk menulisnya.
Berkata Alhafidz Aslam dalam Maqam Hadits hal 7 :perkara yang tidak ada perdebatan padanya sama sekali adalah pengetahuan sahabat tentang hakikat larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari penulisan sunnahnya dan mengerti bahwa umat-umat terdahulu tidaklah sesat kecuali dengan sebab penulisan riwayat-riwayat kisah para Nabi mereka. [12]
Lalu berkata lagi : Sesuatu yang harus diperhatikan bahwa hadits-hadits itu seandainya memiliki nilai agama tentunya tidaklah nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya melarang dengan keras penulisannya.
Bantahan:
Syubhat ini
tidak ilmiyah dan tidak berlandaskan penelitian dan pengetahuan akan
tetapi tampaknya didasari oleh sikap tidak mau menerima kesalahan dan
ngawur, alangkah baiknya jika mereka mau melihat kembali buku-buku
sunnah dan sejarah sehingga tahu bagaimana kesungguhan dan semangat
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari para sahabatnya dan
memahamkan mereka perkara agama dengan lisan dan amalan dimana beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab segala pertanyaan mereka dan
memberikan nasehat-nasehat dari satu waktu kewaktu yang lain baik
dikhutbah-khutbah jum’at, ied atau diacara-acara yang lainnya
sebagaimana juga kehidupan rumah tangga beliaupun di tulis. Seandainya
As Sunnah menurut bekiau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah syariat
dan agama tentunya tidaklah berbuat demikian dan tidak juga menggunakan
segala sarana untuk menyebarkan dan menebarkannya. Lihatlah pernyataan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada delegasi Abdi Qais
setelah beliau menyambutnya dan mengajari mereka sebagian perkara agama.
احْفَظُوْه وَ أَخْبِرُوْهُ مَنْ وَرَاءَكُمْ
"Hafalkanlah dan beritahulah orang-orang yang dibelakang kalian". [HR Bukhori 1/30]Seandainya As Sunnah bukan termasuk agama tentulah beliau tidak akan memerintahkan untuk menghafal dan menyebarkannya dan tentulah tidak akan keluar dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintah mengikuti beliau seperti sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
"Shalatlah kalian sebagiamana kalian melihat aku shalat" [HR Bukhori 1/155]Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
لِتَأْخُذُوْا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّيْ لاَأَدْرِيْ لَعَلِّيْ لاَأَحُجَ بَعْدَ حَجَتِيْ هَذَا
"Hendaklah kalian mengambil manasikku karena aku tidak tahu mungkin tidak berhaji setelah hajiku ini". [HR Muslim 4/79]Dan tidak akan membebani para sahabatnya untuk menyampaikan sunnahnya sebagimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika haji.
لِيُبَلِّغِ الشَاهِدُ الغَائِبْ
"Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir" [HR Bukhari 1/24]Demikian juga para sahabat demikian sungguh-sungguh dan semangatnya dalam mengambil Assunnah dan menghafalnya sampai-sampai mereka berjalan jauh untuk mendapatkan satu hadits, seandainya Assunnah bukanlah termasuk syariat dan agama tentulah mereka tidak melakukan hal itu.
Ini semua membuktikan kebatilan syubhat mereka apalagi Allah telah berfirman:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ
يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah".[Al Ahzab/33:21]Adapun larangan menulis As Sunnah memang ada diawal-awal islam kemudian Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan penulisannya sebagaimana izin beliau kepada Abu Syaah.[13]
Syubhat Kelima:
Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membimbing para sahabat yang berjumpa dengan beliau sesuai dengan keadan dan kondisi mereka sehingga mencipatakan kondisi hadits-haditsnya sesuai dengan zaman tersebut yang tidak sama dengan zaman sekarang sehingga sekarang tidak perlu lagi kita melihat kepadanya dan cukuplah Al Quran sebagai petunjuk bagi kita.
Berkata Al Khojah dalam majalah Al Bayan hal 32 edisi agustus 1951 M : Ketahuilah bahwa ketaatan kepada rasulullah adalah ketaatan yang terkait dengan zamannya dan pelaksanaan hokum-hukumnya tidak melebihi kehidupannya dan telah tertutup permasalahan ini sejak meninggalnya beliau.[14]
Bantahan:
Sesungguhnya Al Quran telah menjelaskan kepada kita bahwa dakwahnya Rasululloh adalah dakwah yang umum dan menyeluruh kepada sekalian manusia baik arab atau non arab dan tidak habis dengan wafatnya beliau bahkan akan terus- menerus sampai hari kiamat sebagaiman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَمَآأَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
"Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui". [Saba/34:28]Dan pernyataan bahwa dakwah Rasulullah terbatas pada kelompok tertentu atau zaman tertentu adalah pernyataan yang tidak ada dasarnya dan menyelisihi kesepakatan kaum muslimin serta tidak dapat diterima akal yang sehat dan baik karena risalahnya menyeluruh untuk sekalian umat manusia maka tentunya sunnahnya pun demikian sehingga tidak ada perbedaan pelaksanaan amalan dengan dasar Al Quran dan dengan dasar As Sunnah.
Demikianlah sebagian dari syubhat-syubhat mereka yang digunakan untuk menolak sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu menjaga kita dari ketergelinciran dalam syirik dan bidah. Amiien.!!!
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar