Senin, 24 Agustus 2015

TINGKATAN MARIFAT TIDAK PERLU LAGI IBADAH..

Ini Faham Sesat Dalam Tasawuf Yang Harus Kita Hindari:
"TINGKATAN MARIFAT TIDAK PERLU LAGI IBADAH"

Beribadah sampai yakin? Apa maksudnya? Apakah maksudnya beribadah sampai tingkatan ma’rifat? Jika sampai tingkatan tersebut, maka tidak ada lagi kewajiban untuk beribadah pada Allah seperti yang diyakini oleh kaum sufi.

Makna Yakin dalam Ayat adalah Kematian

Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan beribadahlah pada Allah sampai datang kepada kalian yakin (ajal atau kematian).” (QS. Al-Hijr: 99)

Dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan al-yaqin adalah al-maut (kematian).
Hal yang sama disebutkan oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam kitab tafsirnya (Taisir Al-Karim Ar-Rahman), yang dimaksud dengan al-yaqin dalam ayat adalah al-maut yaitu kematian. Maksudnya adalah diperintahkan beribadah setiap waktu kepada Allah dengan berbagai macam ibadah.

Imam Bukhari berkata dari Salim, al-yaqin dalam ayat bermakna al-maut (kematian). Yang mengartikan seperti itu di antaranya adalah Salim bin ‘Abdillah, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, dan ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Ini yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya.
Al-yaqin diartikan dengan kematian didukung oleh firman Allah Ta’ala,
لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ
“Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian.” (QS. Al-Mudattsir: 43-47)

Dari ayat tersebut diambil kesimpulan bahwa shalat dan lainnya wajib dilakukan terus menerus pada Allah selama akalnya masih ada. Shalatnya sesuai keadaan masing-masing orang. Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah sambil duduk. Jika tidak mampu, maka kerjakanlah sambil berbaring.”

Tingkatan Ma’rifat Tidak Lagi Ibadah, Pemahaman Sesat
Menurut Ibnu Katsir, ayat yang dikaji saat ini menunjukkan kesalahan dari kaum sesat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat, “Beribadahlah sampai yakin”, yaitu beribadahlah sampai pada tingkatan ma’rifat. Ketika sudah sampai tingkatan ma’rifat, maka tidak ada lagi beban syari’at. Tidak lagi wajib shalat dan ibadah lainnya. Ibnu Katsir menyatakan bahwa keyakinan semacam itu adalah kufur, sesat dan jahil. Karena para Nabi ‘alaihimush shalaatu was salaam, begitu pula para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling mengenal Allah. Mereka tahu cara menunaikan kewajiban pada Allah. Mereka juga tahu bagaimanakah sifat Allah yang mulia. Mereka tahu bagaimanakah mengagungkan Allah dengan benar.

Walau mereka sudah ma’rifat (mengenal Allah seperti itu, pen.), mereka ternyata paling rajin dan paling banyak ibadahnya pada Allah Ta’ala. Mereka terus beribadah pada Allah hingga mereka meninggalkan dunia. Jadi yang benar, makna al-yaqin di sini adalah al-maut (kematian) sebagaimana dikemukakan sebelumnya.
ولله الحمد والمنة، والحمد لله على الهداية، وعليه الاستعانة والتوكل، وهو المسؤول أن يتوفانا على أكمل الأحوال وأحسنها [فإنه جواد كريم]
Walillahil hamd wal minnah. Walhamdu lillahi ‘ala hidayah wa ‘alaihil isti’anah wat tawakkul. Segala puji bagi Allah atas nikmat yang diberikan. Segala puji bagi Allah atas hidayah. Kepada Allah-lah kita meminta tolong dan bertawakkal pada-Nya.

Kita meminta pada Allah agar mematikan dalam keadaan sempurna dan baik. Sesungguhnya Allah Maha Mulai.

Referensi:
Taisir Al-Karim Ar-Rahman. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Ibnu Katsir.
Sumber:
www.rumaysho.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar